JAKARTA: Harga komoditas naik ke level tertingginya dalam pekan ini karena kekacauan Timur Tengah yang mendorong kembali harga minyak dan setelah negara anggota G-7 mengintervensi pasar mata uang untuk membantu Jepang mengatasi dampak gempa bumi pekan lalu.
Indeks spot Standard & Poor’s GSCI 24 komoditas yang diperdagangkan secara berjangka naik sebesar 1,1% menjadi 707,97. Itu adalah posisi tertinggi sejak 11 Maret atau hari ketika gempa bumi terburuk sepanjang sejarah Jepang melanda dan menyebabkan tsunami, serta krisis pada salah satu pabrik nuklir di negara itu. Kemarin, indeks serupa naik sebesar 3,4% dan merupakan laju kenaikan tertinggi sejak 24 Februari.
Latief Adam, ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengatakan harga komoditas sewajarnya turun ketika Jepang mengalami guncangan pasca gempa dan tsunami serta krisis nuklir.
Jepang, lanjutnya, adalah negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia dan salah satu negara konsumen terbesar di dunia. Oleh sebab itu, guncangan pasca gempa dan tsunami akan menyebabkan berkurangnya permintaan yang berdampak pada turunnya harga.
Namun, lanjutnya, anomali berupa kenaikan harga mungkin terjadi jika ada pengaruh faktor eksternal berupa intervensi negara-negara G-7 serta intervensi bank sentral Jepang Bank of Japan (BOJ).
“Berbeda dengan Indonesia, posisi Jepang berada di sisi demand komoditas sehingga gangguan di Jepang dapat mengurangi permintaan. Harusnya harga turun. Namun ada anomali, harga berbalik karena intervensi G-7 dan BOJ,” katanya kepada Bisnis, hari ini.
Adam mengemukakan Jepang adalah pasar utama ekspor Indonesia dengan total nilai ekspor pada tahun lalu sebesar US$16,49 miliar, naik dari tahun sebelumnya US$11,98 miliar. Sebanyak 12,72% dari total ekspor Indonesia dikirimkan ke Jepang.
“Komoditas ekspor utama Indonesia ke Jepang antara lain gas, barang-barang mineral seperti batubara, serta bijih logam seperti timah dan baja,” katanya.
Mark Pervan, kepala riset komoditas pada Australia dan New Zealand Banking Group Ltd. di Melbourne, mengatakan saat ini pasar sedang mengalihkan fokus dari krisis nuklir Jepang kembali ke meningkatnya suhu geopolitik di Libia.
Harga kontrak minyak mentah di bursa New York naik sebesar 2,2% pada hari ini setelah United Nations Security Council memutuskan mendaratkan angkatan udara Libia dan membentuk zona larangan terbang untuk menuntut gencatan senjata dengan pemberontak.
Harga kontrak minyak untuk pengiriman April naik menjadi US$103,66 per barel di bursa New York dan diperdagangkan pada level US$103,12 per barel pada 12:51 di Singapura.
Kemarin, harga minyak terangkat ke level tertinggi dalam 3 pekan setelah pesawat jet pimpinan Libia Muammar Qaddafi menjatuhkan bom di sekitar Benghazi dan pasukan keamanan Bahraini menangkap pimpinan pihak oposisi.
“Prospek pengetatan pasokan masih terjadi di bawah harga minyak,” ujar Ben Westmore, analis komoditas pada National Australia Bank Ltd. di Melbourne.
Emas juga naik dalam 3 hari berturut-turut menyusul peperangan di Libia dan kekacauan di Bahrain. Emas untuk pengiriman segera tumbuh 0,5% menjadi US$1.410,85 per ounce dan perak tumbuh 1,6% menjadi US$34,8050 per ounce. Sementara itu, harga tembaga untuk pengiriman 3 bulan sedikit berubah pada level US$9.563,50 per ton pada London Metal Exchange.
Negara-negara G-7 setuju bekerjasama untuk pertama kalinya dalam lebih dari 1 dekade untuk mengintervensi pasar valuta asing setelah yen melambung ke level tinggi paska Perang Dunia II, mengancam pemulihan Jepang dari bencana gempa.
Berdasarkan perkiraan Badan Biji-bijian AS, gempa bumi dan tsunami di Jepang merusak sekitar 30% kapasitas produksi pakan negeri itu.
Harga kontrak karet yang diperdagangkan di Tokyo naik dalam 3 hari sebesar 7,2% menjadi 425,5 yen per kg atau setara dengan US$5.210 per metrik ton setelah produsen terbesar di dunia Thailand, Indonesia, dan Malaysia menyatakan mungkin mengurangi pengiriman.
Harga kontrak jagung untuk pengiriman Mei di Chicago naik sebesar 4,9% menjadi US$6,7825 per bushel sebelum diperdagangkan pada level US$6,7575 per bushel.