Rabu, 06 Juni 2012

Yunani Paksa Pemerintah China Memutar Otak

Beberapa negara sudah merancang strategi sebagai antisipasi bila Yunani benar-benar terdepak dari euro-zone.
Untuk pemerintah negara-negara maju, krisis Yunani akan berdampak langsung terhadap kinerja ekonomi dalam negeri. China bahkan sudah berasumsi bahwa perpecahan Eropa tidak bisa dihindari sehingga Beijing mulai mempelajari strategi baru untuk membendung efek negatifnya. Media China Daily mengutip pernyataan salah seorang pejabat pemerintah, yang menyebut Kementerian Keuangan dan Perdagangan tengah menerka potensi risiko dari keluarnya Yunani dari komunitas euro. Komponen yang paling disoroti oleh pemerintah antara lain nilai mata uang, aliran dana masuk serta kinerja sektor perdagangan. Akan tetapi belum ada laporan terbaru terkait konklusi apa saja yang sudah dihasilkan oleh tim analisa otoritas keuangan. 

Kabar dari China itu muncul setelah lembaga pemerinhkat kredit S&P memaparkan peluang 1:3 untuk Yunani hijrah dari zona euro. Adapun momentum yang paling menentukan nantinya adalah pemilihan umum 17 Juni mendatang. Peran Yunani secara langsung tidaklah besar terhadap perekonomian China. Namun imbasnya akan sangat besar ke Eropa, salah satu mitra dagang dan rekan investasi terbesar raksasa Asia itu. Kepergian Yunani dapat menganggu stabilitas pasar modal dan nilai tukar yuan serta merusak tatanan kontrak perdagangan China di masa depan. Padahal Beijing sedang giat menggenjot kembali perekonomian supaya tidak mengalami hard landing.

Jika demikian adanya, maka status China sebagai negara yang kebal guncangan finansial luntur sudah. Bank-bank Eropa yang sudah mengoleksi obligasi Yunani akan sangat terpukul oleh disintegrasi euro. Mereka akan mengurangi akses permodalan dan kredit yang mengarah ke negara-negara berkembang, termasuk China. Eksposur perbankan China ke aset-aset berbasis Eropa memang tidak besar namun likuiditas yang tadinya diparkir di negara itu bisa terbang sewaktu-waktu. Pasar aset berisiko bisa sangat sepi karena selama ini roda pasar modal selalu dimotori pemodal dari negara barat. Jika mereka pesimis untuk menempatkan dana di bursa saham dan sektor riil, maka kekuatan ekonomi China pasti tergerus.

Di saat bersamaan, pemerintah Beijing masih dicemaskan oleh beberapa isu dalam negeri. Di antaranya adalah ekspektasi peluncuran stimulus baru, booming pasar properti serta risiko di pasar kredit. Otoritas juga tengah mencurigai aksi spekulasi di pasar properti dan saham, yang dilakukan oleh perusahaan baja nasional. Regulator menyelidiki bagaimana perusahaan manufaktur bisa meminjam begitu banyak dana ke bank untuk ditanamkan pada aset-aset di luar inti bisnisnya.

100%, Peluang Peluncuran Quantitative Easing Jilid 3

Hasil data non-farm payrolls pekan lalu kembali membuka peluang pelonggaran moneter dari Ben S. Bernanke dan kolega. Data tenaga kerja bulan April dirilis mengecewakan dengan kenaikan hanya sebesar 69.000 atau di bawah harapan pelaku pasar. Menurut Dennis Gartman, Editor dan Penerbit the Gartman Letter, laporan makroekonomi Amerika tersebut 'sangat mengecewakan'. "Jelas sudah bahwa the Fed tengah mempertimbangkan quantitative easing 3 (QE3)," urai Gartman kepada CNBC. Menurutnya, QE3 bisa muncul dalam waktu cepat yakni saat the Fed menggelar pertemuan pada 19 dan 20 Juni atau selambatnya pada meeting 31 Juli-1 Agustus mendatang. 

Pertimbangan terbesar tentu menyangkut popularitas pemerintah jelang pemilu November nanti. Administrasi Barack Obama pasti menginginkan bank sentral bergerak agresif menggenjot perekonomian dalam negeri supaya popularitas pemerintah tidak turun mendekati pilpres. Namun skenario pelonggaran kuantitatif dan peluncuran Long-term refinancing Operation (LTRO) dianggap Gartman tidak akan mampu memperbaiki sentimen secara signifikan. "Tetapi itu lebih baik daripada otoritas tidak melakukan apapun," imbuhnya.

Khusus untuk Eropa, Gartman menilai tidak seharusnya pemangku kepentingan di sana hanya fokus pada program pemangkasan anggaran. Uni Eropa dan lembaga terkait harus mampu menggenjot perekonomian dengan terlebih dahulu memulihkan kinerja perbankan. "Saya ingin optimis, tetapi Eropa justru belum melakukan rekapitalisasi bank dan memperbaiki sentimen konsumen," ujarnya lagi. Baik pemerintah maupun pengusaha seharusnya diberikan akses serta kemudahan untuk bernapas kembali, terutama di tengah efisiensi massal yang diwajibkan oleh otoritas Eropa.

"Di tengah ketidakpastian, investor sebaiknya memegang dana tunai ketimbang lari ke emas," rekomendasi Gartman. Pasalnya, emas sekarang tidak lagi memegang status safe-haven sehingga pelaku pasar sebaiknya menahan diri terlebih dahulu. "Tunggu dulu dua bulan sampai badai berlalu kemudian baru memikirkan strategi selanjutnya," tutup sang analis.

Euro Menaruh Harap Pada Wacana ‘never Greece exit’

Hingga sesi tengah pekan (Rabu, 30/5), kinerja mata uang tunggal Euro semakin memburuk dengan mencatatkan keterpurukan hingga ke bawah level $1.2500 yang merupakan kisaran terendah dalam dua tahun terakhir terhadap dollar (USD).

Terpuruknya Euro kali ini terutama akibat pasar di gegerkan kembali oleh penurunan peringkat utang negara Spanyol oleh lembaga pemeringkat Egan-Jones Ratings. Peringkat kredit Spanyol diturunkan menjadi level ‘B’ dari sebelumnya ‘BB-minus‘ dan pemangkasan ini merupakan kali ke tiga dalam kurun waktu kurang dari satu bulan.

Sinyal bakal terkikisnya Euro sebenarnya sudah mulai santer tercium sejak pekan lalu yang di awali dengan merebaknya kecemasan terhadap rencana keluarnya Yunani dari zona Euro serta meluasnya ketidakpuasan pasar terhadap hasil pertemuan puncak Eropa yang digelar pada Rabu (23/5) minggu lalu. Pasar merasa belum puas dengan hasil pertemuan (meeting) informal para pemimpin Uni Eropa tersebut lantaran mereka dalam pertemuannya belum mampu membuat langkah konkrit guna mencegah krisis utang yang semakin dalam di kawasan.  

Bahkan kesepakatan yang tercapai dalam pertemuan kelompok G-8 akhir pekan silam (19-20 Mei) belum juga meredakan sikap apatis pasar terhadap upaya pencegahan meluasnya krisis utang Eropa. Padahal kelompok delapan (G-8) yang terdiri dari Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Kanada, Prancis, Inggris, Rusia dan Italia telah sepakat untuk mengambil langkah guna mengatasi krisis keuangan. Mereka mendukung langkah penghematan anggaran untuk mengurangi beban utang di Eropa khususnya memberikan jaminan atas penyelesaian masalah Yunani.

Upaya pencegahan krisis sempat pula ‘dikotori’ oleh perselisihan pendapat antara negara Jerman dan Prancis mengenai obligasi zona eropa. Negara Jerman mentah-mentah menolak usulan dari PM Perancis Holande untuk menerbitkan obligasi bersama zona Eropa, dimana usulan tersebut merupakan skema yang dinilai para ekonom dapat menjadi salah satu cara paling efektif untuk mengembalikan optimisme pasar. Hollande juga mengusulkan untuk fokus pada pertumbuhan daripada pengetatan.

Alhasil, semua kecemasan dan kekhawatiran tersebut langsung menurunkan minat pasar terhadap aset-aset beresiko. Euro terkoreksi tajam hingga pecah ke bawah level terendah sepanjang tahun 2012 pada $1.2624 yang tercatat di bulan Januari silam. Kini Euro telah ambruk hingga menorehkan angka di $1.2431.

Dan minggu ini begitu kabar downgrade Spanyol mencuat, imbal hasil obligasi (yield) Spanyol bertenor 10-tahun ikut melonjak hingga ke kisaran 6,5%. Melonjaknya imbal hasil obligasi Spanyol tersebut mensinyalkan bahwa investor semakin khawatir dengan prospek ekonomi di negara terbesar ke-4 Eropa tersebut. Bahkan banyak kalangan kini memperkirakan Euro masih akan terus melemah oleh ketakutan tentang masalah perbankan Spanyol.

Namun kali ini kekhawatiran terhadap negara Yunani sedikit mereda lantaran suasana politik di negara tersebut juga mulai kondusif setelah Partai Demokrat Baru di Yunani mendukung kebijakan pengetatan yang dilakukan pemerintah. Selain itu sentimen pasar sedikit terangkat karena didorong oleh adanya sinyal bahwa Yunani tidak akan keluar dari Eropa atau never Greece exit. Laporan terakhir turut mengindikasikan bahwa partai konservatif Yunani adalah partai yang akan memegang kekuasaan pada pemilu bulan depan, sehingga hal tersebut juga telah memberikan sinyal kemajuan stabilitas bagi krisis hutang kawasan.

Maka terkait wacana pemulihan nilai valuta, kini Euro tidak bisa berharap banyak kecuali terciptanya sebuah langkah konkrit guna mencegah meluasnya krisis utang di kawasan. Namun setidaknya faktor kondusif Yunani untuk tetap bertahan di zona euro dengan slogan ‘never Greece exit’ serta upaya terhadap negara Spanyol agar tidak ‘keburu’ minta bailout, dapat membatasi keterpurukan Euro lebih lanjut.

Sementara kondisi teknikal Euro terlihat masih melanjutkan pola teknis seperti pada sesi-sesi sebelumnya dimana beberapa indikator utama masih menunjukkan pola bearish. Indikator Stochastic harian yang sebelumnya mulai nampak reversal ke atas, akhirnya kembali bermanuver turun sehingga kondisi ini bisa memicu penurunan Euro lebih lanjut.

Demikian pula dengan indikator MACD dan Moving Average yang masih menunjukkan pola downtrend. Maka dengan sejumlah indikator yang terpola bearish tersebut, penguatan EUR kembali akan terbatas namun setidaknya masih bisa membawa mata uang ini ke beberapa resisten seperti tahanan 1.2470 kemudian 1.2540 hingga 1.2600 atau bahkan 1.2700. Sementara koreksi akan berpotensi kembali menuju level support 1.2400 guna melanjutkan ke level 1.2350 hingga ke support 1.2300.

ECB Mungkin Akan Pangkas Suku Bunga Bila Krisis Memburuk

Bank sentral Eropa atau ECB mungkin semakin dekat dengan pemangkasan tingkat suku bunga ke rendahnya selama ini saat semakin kuatnya tekanan krisis hutang Eropa yang semakin memperburuk perekonomian disana dan mengancam pertumbuhan ekonomi global.

Sementara para petinggi ECB sedang melakukan pertemuan di Frankfurt mungkin masih tidak akan melakukan pemangkasan dengan masih menahan tingkat suku bunga di angka 1% hari ini, sebagaimana menurut sekitar 32 dari 44 ekonomi yang disurvei Bloomberg News, 11 responden lainnya memperkirakan adanya pemangkasan sekitar 25 bps dan 1 orang memperkirakan adanya pemangkasan sekitar 50 bps.

Dengan para pemerintah Eropa yang berjuang untuk mengatasi krisis hutang yang terjadi saat ini yang menggelayuti Spanyol dan mungkin akan memaksa Yunani meninggalkan Eropa, tekanan untuk ECB untuk segera memangkas tingkat suku bunga dan desakan untuk dukungan likuiditas perbankan semakin mengemuka.