Terhempasnya Euro terutama akibat
merebaknya kekhawatiran bahwa krisis hutang Eropa mulai menjalar ke
ranah perekonomian Amerika Serikat (AS). Hal itu tercermin dari suramnya
data tenaga kerja AS bulan Juni sehingga memicu sikap hindar resiko
yang kuat di pasar, sehingga setidaknya turut pula meningkatkan
permintaan safe haven seperti dollar AS (USD).
Angka tenaga kerja AS - Non Farm Payrolls
hanya mengalami kenaikkan sebanyak 80.000 pekerja di bulan Juni,
meleset dari ekspektasi 90.000 dari para ekonom namun angka itu sedikit
di atas level 77.000 pada bulan sebelumnya. Sementara tingkat
pengangguran bulan Juni hanya bertahan di level 8,2%.
Meskipun USD memperkuat dominasinya
terhadap Euro, investor juga nampak berbondong-bondong membeli Yen yang
kini dianggap lebih aman ketimbang mata uang AS. Hal itu dikarenakan
kini juga muncul spekulasi bahwa sederet data Amerika yang lemah
tersebut dikhawatirkan dapat memicu pihak Federal Reserve AS bertindak
lebih agresif lagi guna menyelamatkan perekonomian negerinya. Salah satu
kebijakan andalannya adalah dengan menggelontorkan lebih banyak lagi
stimulus ke masyarakat melalui program quantitative easing, sehingga hal itu otomatis akan melemahkan dollar (USD).
Padahal baru pekan lalu Bank Sentral
Eropa atau European Central Bank (ECB) sudah memangkas suku bunga acuan
sebesar 25bp ke rekor terendah 0,75% dan menurunkan suku bunga deposito
ke level nol guna membantu mencegah krisis hutang zona Euro. Keputusan
kebijakan tersebut diambil lantaran Presiden ECB Mario Draghi semakin
khawatir terhadap ancaman melambatnya pertumbuhan dan jatuhnya ekonomi
yang terlihat semakin nyata. Dan langkah tersebut dilakukan ECB sebagai
upaya meningkatkan efektivitas pinjaman antar bank di kawasan Eropa.
Terkait pemangkasan tersebut, pasar
sebelumnya memang telah mengantisipasi penurunan suku bunga ‘acuan’,
namun dipangkasnya suku bunga ‘deposito’ ternyata merupakan hal yang
penting dan diluar perkiraan sehingga membuat sebagian pasar terkejut,
dan imbasnya terjadi penjualan Euro dalam skala besar.
Mengapa suku bunga deposito begitu
penting bagi investor, karena sejauh ini mayoritas perbankan telah
memarkir dana mereka di fasilitas deposit ECB, terbukti dari jumlah
deposito sektor tersebut yang mencapai rekor angka $994.29 milyar. Namun
dengan adanya pemangkasan suku bunga deposito ke level nol persen, hal
itu menjadi tidak efisien lagi dan akan terjadi perpindahan aliran dana
ke aset lainnya, seperti surat utang yang dianggap safe haven
seperti Treasury AS, Swiss maupun obligasi Jerman. Selain itu level suku
bunga deposito ECB yang jauh dibawah rate deposit Jepang sebesar 0.10%,
otomatis akan memberikan imbas negatif pada Euro dimana mata uang ini
akan dijual ketika berinvestasi di mata uang berimbal hasil tinggi.
Alhasil pasar kini menilai, tumbangnya
Euro bakal menjadi malapetaka bagi negara-negara di Eropa bahkan di
seluas dunia. Karena mata uang bersama yang dipakai oleh 17 negara
tersebut merupakan barometer bagi major currencies dan mata uang negara lainnya di seputar Eropa.
Dengan nilai Euro yang merosot, hal itu
mencerminkan tidak stabilnya ekonomi negara-negara dikawasan. Bahkan
dengan adanya pelongaran moneter yang dilakukan oleh Bank Sentral Eropa
(ECB), Bank Sentral Inggris (BOE) dan Bank Sentral China (PBOC), justru
mencirikan memburuknya ekonomi dunia yang mengarah pada resesi, sehingga
turut pula memicu kekhawatiran terhadap ketidakpastian di pasar global.
Kalangan pelaku pasar pun menyadari bahwa
krisis keuangan yang berdampak pada masalah perlambatan ekonomi di
tanah Eropa tidak akan terselesaikan hanya dalam hitungan hari ataupun
pekan. Butuh jangka waktu yang lama untuk menuntaskan semua ‘infeksi’
tersebut. Oleh sebab itu dibutukan upaya ekstra bagi para pemangku
kebijakan di Eropa agar kawasan Euro kembali stabil seperti sedia kala,
namun itu pun sulit di dapat.
Sejauh ini para petinggi Eropa telah
berusaha secara intensif dengan mengadakan koordinasi dan
pertemuan-pertemuan akbar dalam mencari solusi konkrit. Pada tanggal
28-29 Juni lalu para pemimpin negara-negara di Eropa mengadakan
konferensi di Brussels, Belgia dalam KTT Uni Eropa dan menyepakati
pemberian dana talangan sebesar 500 miliar euro kepada bank-bank yang
mengalami kesulitan keuangan.
Setelah itu, dunia mendapat kabar positif
kembali setelah para petinggi keuangan Eropa dalam pertemuan ECOFIN
(9-10 Juli) sepakat untuk meniupkan angin segar ke Spanyol. Dalam upaya
untuk mengatasi krisis fiskal di Spanyol, para menteri keuangan Eropa
akhirnya mencapai kesepakatan untuk menyediakan bantuan dana senilai 30
miliar euro (US$ 36,9 miliar) efektif pada akhir bulan.