Selasa, 15 Maret 2011

Optimisme di Tengah Bencana Nelangsa

Tatanan perekonomian dunia kian tidak stabil setelah Jepang dilanda gempa bumi masif serta tsunami tinggi. Situasi kian diperburuk oleh bocornya fasilitas nuklir di wilayah Fukushima. Tidak hanya bursa saham yang bergejolak, pasar forex dan komoditi juga menjadi rapuh. Tak heran, kecemasan akan datangnya resesi di negara perekonomian terbesar ke-dua Asia makin jelas. Meski demikian, pemerintahan Naoto Kan optimis negeri samurai mempunyai fundamen ekonomi kuat.

Angka korban jiwa sebanyak 2000 tampaknya bukan merupakan konfimasi final. Masih banyak nyawa tak berdaya dan kerugian materil yang belum dihitung. Lalu, bagaimanakah prospek ekonomi Jepang selanjutnya?

Beberapa analis berikut membagi pandangannya terkait situasi terkini di Tokyo dan sekitarnya, yang Kami rangkum dari berbagai sumber:

1. David Rea, Capital Economics

"Pasar harus lebih mencermati dampak apa saja yang diakibatkan oleh bencana ini."

Lembaga riset ekonomi makro ini memandang bencana alam pekan lalu tidak hanya merupakan tragedi kemanusiaan. Lebih jauh lagi, efek dari peristiwa tersebut bisa lebih signifikan. Investor harus benar-benar memperhitungkan imbasnya bagi sektor finansial.

"Potensi anjloknya ekonomi Jepang pada kuartal I mencapai sekitar 95%."

Walaupun gempa datang di sisa waktu 3 pekan menuju akhir Q3, dampaknya akan sangat terasa pada beberapa indikator ekonomi penting. Komponen ekonomi yang Ia maksud antara lain GDP dan aktivitas ekonomi lebih luas. Bahkan stagnasi lebih parah bisa terjadi pada kuartal II. rea menambahkan bahwa berlanjutnya radiasi nuklir bisa memutus rantai pasokan barang produksi antar wilayah.


2. Mark Zandi, Chief Economist Moody's Analytics

"Beberapa bagian dari negara Jepang akan jadi kota mati dalam beberapa pekan ke depan."

Beberapa eksportir besar, seperti Toyota Motor (TM), Honda Motor (HMC), Nissan (NSANY) serta Sony (SNE) menutup beberapa pabrik utama hari Senin (14/03). Meski ada plant  yang tidak mengalami kerusakan fisik, putusnya aliran listrik sangat menghambat produksi.

3. Sherry Cooper, Chief Economist BMO Financial Group

"Semua dampak akan terlihat pada laporan GDP."

Oleh karena itu, pelaku pasar akan sangat memperhatikan hasil data GDP beberapa bulan, bahkan kuartal ke depan. Apalagi lembaga riset kerugian AIR Worldwide baru saja memberi estimasi loss antara $15 hingga $35 miliar. Beberapa lembaga lain justru berani memancang ekspektasi kerugian sampai $100 miliar. Apabila mengacu pada pendapat berbagai kalangan, memang sulit mengukur variabel yang berpeluang menumbuhkan optimisme global. 

Tidak ada komentar: