Kamis, 16 Agustus 2012

Technical Analysis, August 16th, 2012


CURRENCY
RANGE
TREND
RESISTANCE
SUPPORT
BUY
SELL
OBJ
CUT
EUR/USD
1.2200-1.2370
Down
1.2430
1.2250

1.2310
1.2200
1.2370
1.2370
1.2190
USD/JPY
78.10-79.80
Up
79.90
78.10
78.70

79.80
78.10
79.30
77.50
GBP/USD
1.5590-1.5770
Down
1.5830
1.5650

1.5710
1.5590
1.5770
1.5770
1.5590
USD/CHF
0.9690-0.9860
Up
0.9870
0.9690
0.9750

0.9860
0.9690
0.9810
0.9630
AUD/USD
1.0400-1.0570
Down
1.0630
1.0450

1.0510
1.0400
1.0570
1.0570
1.0390
NIKKEI
8900-9080
Up
9090
8900
8960

9080
8900
9020
8840
HANGSENG
19880-20060
Down
20120
19940

20000
19880
20060
20060
19870
KOSPI
261.20-263.00
Up
263.10
261.20
261.80

263.00
261.20
262.40
260.60
GOLD
1594.80-1617.30
Down
1624.80
1602.30

1609.80
1594.80
1617.30
1617.30
1594.80

Fed’s Fisher: QE3 Tidak Akan Banyak Membantu

Fed’s Fisher: QE3 Tidak Akan Banyak Membantu  Mengatasi masalah Fiskal negara bagian akan lebih mendorong perekonomian AS lebih jauh dibanding pelonggaran Moneter tambahan dari Federal Reserve, ucap presiden Fed bagian Dallas Richard Fisher pada hari Rabu. “Menurutku seberapapun jumlah Stimulus moneter tidak dapat mengatasi ketidakpastian anggaran dan rencana perusahaan,” ucap Fisher. Ia menegaskan Fed telah “mencetak banyak uang.. dan masih belum digunakan.”
Fisher, yang hingga tahun ini merupakan anggota voting FOMC, dikenal sebagai salah satu pejabat bank sentral yang paling terbuka mengenai quantitative easing tambahan. Sebagaian besar dari pengamat pasar di Wall Street menganggapnya sebagai pemimpin de-facto “kubu hawkish” dari petinggi Fed yang masih cemas mengenai potensi resiko inflasi akibat kebijakan moneter yang terlalu longgar. Meski demikikan, Fisher menambahkan bahwa ada resiko Fed telah bertindak terlalu jauh. “Saya tidak tahu mana batasannya, namun rasanya kita telah mendekati batasan itu dengan cepat.”

Wen: Cina Menemukan Signal Positif Pertumbuhan Ekonomi

Wen: Cina Menemukan Signal Positif Pertumbuhan EkonomiPerdana Menteri Cina Wen Jiabao mengatakan inflasi mereda sehingga memungkinkan lebih banyak ruang untuk menyesuaikan kebijakan moneter dengan munculnya tanda-tanda positif dalam perekonomian, ini mengekspresikan keyakinan dengan adanya peningkatan  setelah data bulan Juli  menunjukkan penurunan.

"Kami memiliki kondisi dan kemampuan, dan akan yakin untuk memenuhi target ekonomi dan pengembangan sosial pada tahun ini," kata Wen selama tur dua hari dalam rangka inspeksi ke provinsi timur Zhejiang, dilaporkan resmi oleh Xinhua News Agency kemarin. Dia mengatakan tekanan pada perekonomian tetap "relatif besar," menurut laporan dari radio dan televisi pemerintah, dia mengatakan ada "ruang yang tumbuh untuk operasi kebijakan moneter." Komentar ini dapat meningkatkan spekulasi bahwa Cina akan memangkas “persyaratan cadangan”bank atau suku bunga acuan lagi setelah inflasi melambat ke titik terendah dalam 30-bulan terakhir pada bulan Juli.

"Para pembuat kebijakan jelas sedang membuat strategi dalam beberapa pekan terakhir yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang merupakan pusat perhatian mereka," kata Qinwei Wang, ekonom pada Capital Economics Ltd di London, dalam sebuah e-mail. "Kami terus berpikir bahwa dukungan kebijakan lebih akan diumumkan segera, termasuk pemotongan lebih lanjut untuk rasio cadangan yang diharapkan, dan banyak proyek-proyek infrastruktur diusulkan oleh pemerintah daerah akan diberikan lampu hijau." Wang adalah mantan karyawan People’s Bank of China, menurut profilnya di website Capital Economics '.

Tidak Kebal Krisis, Jerman Harus Cepat Tanggap

Tidak Kebal Krisis, Jerman Harus Cepat TanggapMereka yang berpikir bahwa Jerman tidak akan pernah tertular Krisis keuangan sebaiknya berpikir ulang.
Perekonomian zona Euro menciut 0,2% pada kuartal II dibandingkan satu triwulan sebelumnya. Banyak investor merasa puas dengan fakta tersebut karena kondisi ekonomi euro tidak seburuk perkiraan. Namun jangan lepakan performa ekonomi di negeri industri terbesar benua biru, Jerman. Data terbaru memperlihatkan ekonomi negara ini hanya tumbuh 0,3% pada periode yang sama. Banyak orang menilai ekspansi di Jerman cukup memuaskan, padahal seharusnya tidak demikian. Jerman adalah bintang di kawasannya, kalau tidak bisa disebut motor penggerak kebijakan fiskal dan moneter. Jadi bisa disimpulkan bahwa jika negara ini hanya mencetak kenaikan 0,3% dalam perekonomiannya, bagaimana dengan negara lain yang lebih kecil?

Jerman adalah negara ekspor yang sangat tergantung pada daya beli di pangsa pasarnya, terutama Eropa. Kemunduran di negara tetangga sama artinya dengan penurunan kinerja ekonomi di masa depan. Sampai saat ini pertumbuhan Jerman masih positif, namun belum tentu dalam beberapa kuartal mendatang. Satu-satunya cara untuk mengimbangi penurunan tingkat permintaan luar negeri adalah dengan menggenjot pasar dalam negeri. Tetapi mustahil untuk berharap gairah konsumsi dan bisnis domestik untuk saat ini. The Centre for European Economic Research di Mannheim menyatakan bahwa sentimen ekonomi di negara paling disegani di Eropa anjlok hingga ke level terendah dalam lima tahun terakhir. Artinya pelaku ekonomi masih skeptis dengan kondisi bisnis kawasan sehingga ekonomi Jerman terancam melambat lagi di paruh ke-dua 2012.

Di lain sisi, pemerintah Angela Merkel selalu menjadi batu sandungan bagi setiap gagasan untuk menyelesaikan krisis. Saat bank sentral (ECB) mulai berniat merancang formula pemulihan, tidak ada dukungan politik dari negeri Merkel dan kolega. Selain kurang berkenan dengan wacana pembelian obligasi negara bermasalah oleh ECB, Jerman juga menolak wacana penerbitan obligasi bersama, Eurobonds. Pasalnya jika jadi dirilis, obligasi euro kemungkinan besar akan mencatut suku bunga lebih tinggi ketimbang yield obligasi Jerman yang super-rendah, 1,5% (tenor 10 tahun). Gagasan ini kian menjadi lelucon karena dalam kenyataannya, negara-negara euro memang menggunakan mata uang yang sama namun tidak berbagi jumlah hutang yang setara. Dalam implementasinya nanti, sulit menentukan rating dan yield dari eurobonds mengingat parameter yang dipakai harus mewakili jangka waktu dan kemampuan bayar seluruh negara yang terlibat.

Ekonomi Jerman sebenarnya sangat tertolong oleh pemberlakuan mata uang euro. Berlin seharusnya mulai membuka pintu untuk setiap negosiasi yang digagas oleh Mario Draghi agar skenario pembubaran euro tidak terwujud. Angela Merkel tentu sadar benar bahwa keberadaan euro berdampak luar biasa positif terhadap lini industri dalam negeri. Seandainya valuta tunggal terpecah lagi menjadi pesetas, franc, drachma, lira maupun escudo maka produk ekspor Jerman akan sangat mahal di pasar luar negeri. Mengingat Deutsch Mark tentu memiliki nilai tukar paling besar dibanding mata uang lain di kawasan Eropa.

Cepat atau lambat Angela Merkel harus mendengarkan apa yang bisa dilakukan oleh Mario Draghi, termasuk merangkul Perdana Menteri Prancis, Francois Hollande dan kepala negara lain. Memang berat jika Jerman harus berkorban dengan mensubsidi negara-negara bermasalah. Namun pengorbanan itu terbilang kecil jika dibandingkan dengan efek jangka panjang yang bisa terpicu jika euro-zone sampai pecah. Sudah lebih dari dua tahun krisis Eropa berlangsung dan sampai saat ini belum ada solusi jelas dari pemangku kepentingan. Pelaku pasar sendiri masih memiliki optimisme bahwa jalan terbaik segera ditemukan. Sikap mereka terlihat dari aksi 'beli' pada setiap kabar yang mendukung ekspektasi penyelesaian krisis. Lihat saja di pasar saham, indeks CAC 40 Prancis sudah rally di atas 8% sejak pertengahan Juli lalu dan DAX Jerman mampu menguat lebih dari 5%. Optimisme jelas masih ada, tetapi jangan berharap kinerja bursa ekuitas terus seperti itu bila tidak ada resolusi baru muncul sebelum akhir tahun ini. Jika sampai satu negara saja terdepak dari euro-zone, efeknya bisa luar biasa masif bagi pasar finansial. Buat Jerman sendiri, jangan harap perekonomian per kuartalnya bisa beranjak dari kisaran 0,3% tanpa dukungan politik dari pemerintah pusat.

Selasa, 14 Agustus 2012

Technical Analysis, August 14th, 2012

CURRENCY
RANGE
TREND
RESISTANCE
SUPPORT
BUY
SELL
OBJ
CUT
EUR/USD
1.2260-1.2430
Up
1.2440
1.2260
1.2320

1.2430
1.2260
1.2380
1.2200
USD/JPY
77.40-79.10
Down
79.70
77.90

78.50
77.40
79.10
79.10
77.30
GBP/USD
1.5590-1.5770
Up
1.5770
1.5590
1.5650

1.5770
1.5590
1.5710
1.5530
USD/CHF
0.9650-0.9820
Down
0.9880
0.9700

0.9760
0.9650
0.9820
0.9820
0.9640
AUD/USD
1.0430-1.0600
Up
1.0610
1.0430
1.0490

1.0600
1.0430
1.0550
1.0370
NIKKEI
8690-8870
Down
8930
8750

8810
8690
8870
8870
8680
HANGSENG
19840-20020
Down
20080
19900

19960
19840
20020
20020
19830
KOSPI
256.20-258.00
Down
258.60
256.80

257.40
256.20
258.00
258.00
256.10
GOLD
1602.00-1624.50
Down
1632.00
1609.50

1617.00
1602.00
1624.50
1624.50
1602.00

Senin, 13 Agustus 2012

Kecemasan Pertumbuhan Global Tekan Kinerja Saham AS Berjangka

Kecemasan Pertumbuhan Global Tekan Kinerja Saham AS BerjangkaPasar saham AS berjangka diperdagangkan melemah di hari Senin, seiring indikasi pelambatan pertumbuhan di Jepang serta proyeksi data GDP China yang dipangkas lebih lemah.Terpantau sejauh ini indeks DJIA futures melemah -0.02% di level 13,169, sementara S&P500 futs anjlok -0.02% ke level 1,402.25 dan Nasdaq futures flat 0.05% diperdagangkan di level 2,722.00 sejauh ini.Menjelang rilis laporan pendapatan korporasi di AS, para investor masih terpengaruh oleh data makroekonomi yang negatif dan memberikan gambaran suramnya laju pertumbuhan ekonomi dunia.

GDP di Jepang hanya tumbuh 1.4% di triwulan kedua, kontras dengan revisi kenaikan 5.5% YoY di triwulan sebelumnya, dan dibawah perkiraan ekonom sebesar 2.7%. Akibat data ini indeks Nikkei Jepang dan China anjlok tajam memotori pelemahan bursa regional menyusul kekecewaan para investor setelah pejabat Beijing menunda pelonggaran moneter di akhir pekan.Selain itu laporan dari Merril Lynch untuk memangkas proyeksi pertumbuhan China menjadi 7.7% dari sebelumnya 8% memberikan tambahan katalis negatif dan mengurangi minat beli bursa saham AS berjangka.

GDP Yunani Berkontraksi 6.2% di Triwulan Kedua

GDP Yunani Berkontraksi 6.2% di Triwulan KeduaLaporan GDP Yunani dilaporkan mengalami kontraksi sebesar -6.2% di triwulan kedua tahun ini dibandingkan periode yang sama setahun sebelumnya, sedikit membaik dibanding kontraksi -6.5% di triwulan pertama.Data yang dilaporkan badan statistic Yunani, Elstat ini sekaligus membuktikan ekonomi Yunani masih sulit untuk keluar dari resesi dan memasuki tahun kelima nya diekspektasikan untuk merosot lagi lebih dari -7% tahun ini.PM Yunani, Antonis Samaras mengharapkan laju pertumbuhan GDP baru bisa kembali positif di tahun 2014 mendatang.

Emas Terkerek Naik Seiring Ekspektasi Stimulus

Emas Terkerek Naik Seiring Ekspektasi StimulusEmas berjangka terkerek naik lagi sejak sesi Eropa hari Senin, tampaknya akan melanjutkan penguatan untuk empat hari berturut-turut meskipun logam mulia lainnya berada dalam tekanan. Terpantau sejauh ini harga Emas untuk kontrak bulan Desember, menguat 0.25% ke level 1624.12, setelah meraih titik tertinggi intraday di 1624.97 dan level terendah harian nya di 1619.42.

Penguatan Emas sebagian besar masih dipicu oleh harapan stimulus moneter dari bank sentral global. Selain itu kekhawatiran inflasi dan potensi pencetakan uang lebih lanjut sebagai stimulus memberikan topangan yang cukup solid pada Emas.

Faktor penopang Emas yang masih berupa harapan ini, dapat berubah kedepannya, khususnya jika spekulasi terhadap stimulus moneter dalam waktu dekat dari The Fed maupun bank sentral lainnya mulai pudar. Apalagi gambaran suram ekonomi Jepang menunjukkan bahwa rebound pada tingkat pengeluaran konsumen mulai kehilangan momentum di saat bersamaan krisis utang Eropa tertekan juga oleh permintaan global yang terus merosot.

Teruslah Berharap ( Untuk Stimulus )

Pesimisme mungkin merupakan kata yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi pasar saat ini. Setelah berharap banyak terhadap stimulus lanjutan dari Eropa yang diwakili Troika, yaitu Uni Eropa, ECB dan IMF, dan dari AS yang diwakili oleh Federal Reserve AS dengan stimulus QE3-nya, maka saat ini China menjadi tumpuan harapan stimulus. Merujuk pada data pertumbuhan ekonomi yang dirilis lebih lemah atau lebih rendah dari perkiraan yang diwakili data Trade Balance per hari Jumat lalu, tepatnya pada tanggal 10 Agustus 2012, harapan adanya stimulus dari China semakin berkembang, walau pun Beijing masih belum memastikan akan keluarnya stimulus tersebut karena harus menghadapi kekhawatiran harga perumahan dan real estate yang kembali rebound, karena ditakutkan akan menimbulkan noda inflasi ditengah upayanya untuk memulihkan kondisi perekonomian.

Tetapi justru dengan prospek yang masih belum bagus untuk sektor aktivitas industri di AS, Eropa dan China sendiri membuat pasar masih optimis bahwa stimulus akan dimunculkan, baik dari AS, Eropa, maupun China. Hanya saja, yang masih menjadi pertanyaan adalah: KAPAN? Ya, kapan stimulus akan diluncurkan. Hal ini tentunya merujuk pada kriteria yang telah di munculkan oleh pasar, dimana ada kejatuhan atau pelambatan ekonomi, maka dari sanalah harapan akan stimulus akan muncul. Dan ditengah-tengah harapan tersebut, maka aksi verbal yang sudah-sudah akan kembali dimunculkan oleh para petinggi ekonomi, seperti yang pernah di lontarkan Ben S. Bernanke terkait pernyataannya yang kapan saja akan siap menggelontorkan stimulus lanjutan apabila diperlukan. Hal yang sama juga dilakukan para petinggi lainnya. Lalu bagaimana dengan prospek dari negara-negara berkembang, yang juga menjadi tumpuan bagi negara-negara maju? Hal ini sepertinya masih belum mampu memberikan dukungan atas kinerja pasar. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan sektor industri dan perbankan yang masih terkena dampak dari krisis hutang di Eropa dan pelambatan ekonomi di AS dan China.

Harapan stimulus banyak bermunculan, sebagai akibat keputusasaan pasar terhadap kinerja pasar keuangan yang terus mengalami sinyal bearish akibat tidak adanya perbaikan atau kemajuan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dunia. Eropa yang masih berkutat dengan Spanyol, Italia, Yunani dan negara-negara anggota lainnya, masih berusaha untuk melakukan pemulihan secepatnya, melalui aksi beli obligasi pemerintah negara-negara yang bermasalah, walau hingga saat ini wujud keberhasilannya masih jauh dari wujud harapan yang positif.

QE3 yang menjadi harapan keberhasilan dari Federal Reserve yang berusaha untuk memulihkan kondisi ekonominya sepertinya kembali menjadi angin lalu, hilang begitu saja, gone with the (bearish) wind. Hal ini akibat reaksi pasar yang berharap akan adanya stimulus dan harapan bahwa stimulus akan muncul sewaktu-waktu memberikan potensi yang masih belum jelas keberadaannya. Stimulus saat ini yang banyak dinanti selain QE3 dari AS yaitu kebijakan pelonggaran moneter terhadap perekonomian, bukan adanya peluncuran Operation Twist, yang selama ini justru ditanggapi dingin oleh pasar. Mengapa? Karena kebijakan untuk “secepatnya mendapatkan dana terlebih dahulu” masih diragukan pasar akan kekuatannya, dimana dana yang diperlukan sebesar sekitar 400 miliar dollar AS, hanya tersisa 180 miliar dollar AS beberapa bulan belakangan. Tentunya akan menjadi pertimbangan bahwa kurangnya dana akan menjadi dasar pertimbangan keberhasilan stimulus tersebut.

Bagaimana dengan China? China pun demikian. Demi menghindari terjadinya economic bubble yang sempat terjadi pada kisaran tahuan 2009, pemerintah Beijing berusaha untuk menekan tingkat pertumbuhan real estate, sementara di sisi lainnya, berusaha untuk memulihkan kondisi ekspor dan impor yang turun secara bersamaan. Stimulus pelonggaran kebijakan untuj persyaratan perbankan sepertinya saat ini menjadi pedang bermata dua bagi pemerintah China sendiri, dimana pelonggaran untuk perbankan justru menjadi boomerang, dimana ternyata harga perumahan justru kembali meningkat sebagai dampak dari pelonggaran kebijakan perbankan tersebut. Alih-alih digunakan untuk pemulihan sektor industri, kesempatan itu justru dimanfaatkan untuk pertumbuhan sektor real estate.
Berharap pada stimulus mungkin masih menjadi tumpuan harapan momentum bagi pasar, ditengah kepastian ekonomi bersama dengan data-data ekonomi untuk mendulang keuntungan. Karena itu, berharap pada adanya stimulus, walau bukan aksi pamungkas, tetapi masih memiliki prospek yang cukup memuaskan untuk saat ini. Maka dari itu, berharaplah bahwa stimulus akan diluncurkan sesegera mungkin.

Fundamental Analysis, August 13th, 2012

Euro posts weekly loss vs dollar, yen
 
The euro posted its first weekly drop against the dollar and yen in three weeks on Friday as investors refocused on the uncertainty surrounding possible European Central Bank action to contain the debt crisis and deteriorating growth in the euro zone. 

A weaker-than-expected rise in Chinese exports, which followed disappointing German data earlier this week, stoked concerns about global economic growth. That boosted the safe-haven dollar and yen and pressured commodity-linked currencies such as the Australian and Canadian dollars.Investors booked profits on a rally sparked by ECB President Mario Draghi, who said the bank would do whatever it takes to save the euro, including buying bonds of stressed countries to bring down borrowing costs. 

But after the initial euphoria, markets began to realize that any intervention would depend on troubled countries activating the euro zone's rescue funds first. The permanent ESM fund still needs a green light from the German Constitutional Court, which rules on Sept. 12.The euro <EUR=> fell 0.1 percent to $1.2290, pulling further away from a one-month high of $1.2443 set on Reuters data on Monday. It had earlier hit a one-week low of $1.2239 after breaking support in the $1.2250 level. It also fell 0.5 percent to 96.21 yen <EURJPY=>. On the week, the euro lost 0.8 percent against the dollar and 1.3 percent versus the yen.The Australian dollar <AUD=D4> fell to $1.0575, a day after touching $1.0615, its highest since March 20. 

S&P 500 ekes out gains to run streak to six days

The Standard & Poor's 500 finished slightly higher on Friday to run its streak to six straight sessions, but activity was light and gains were slight as the market enters a seasonally slow period. 

The Dow and the S&P 500 closed out their fifth straight week of gains, led once again by expectations for global central bank stimulus despite discouraging signs for growth like weak data from China. 

Overall, the S&P has gained a scant 0.3 percent over the past three sessions, a sign that while investors aren't looking to cut positions, they're also reluctant to make robust moves above the three-month highs the S&P has been hovering around.Volume was incredibly light, with about 4.97 billion shares traded on the New York Stock Exchange, the American Stock Exchange and Nasdaq, well below last year's daily average of 7.84 billion. 

Yahoo <YHOO.O> shares fell 5.4 percent to $15.15 a day after it said it may reconsider what it does with the cash it gets from a multibillion-dollar sale of half of its stake in Alibaba Group. Yahoo previously promised to return most of the cash to shareholders. For the week, the Dow rose 0.9 percent, the S&P 500 climbed 1.1 percent and the Nasdaq advanced 1.8 percent. The Nasdaq has gained in four of the past five weeks. 

The Dow Jones industrial average <.DJI> rose 42.76 points, or 0.32 percent, to 13,207.95 at the close. The Standard & Poor's 500 Index <.SPX> added 2.97 points, or 0.21 percent, at 1,405.77. The Nasdaq Composite Index <.IXIC> advanced 2.22 points, or 0.07 percent, to close at 3,020.86.

Gold up on stimulus hopes after weak Chinese data

Gold rose on Friday and also posted a weekly gain, as disappointing Chinese trade and new bank-lending data suggested policymakers there may act to boost sputtering growth.Worries about food inflation also boosted gold after the U.S. government said the worst drought in more than half a century has battered corn and soybean crops in the world's main agricultural exporter with larger losses than expected. Corn futures rose to an all-time high before settling lower. 

Bullion broke ranks with declining U.S. equities after the latest disappointing Chinese data showed July exports rose just 1 percent from a year ago, with new loans at a 10-month low. A day earlier, data showed China's factory output growth slowed unexpectedly in July. Spot gold <XAU=> rose 0.2 percent to $1,620.60 an ounce by 2:43 p.m. EDT (1843 GMT), rebounding from a low from earlier in the session at $1,605.20. 

The metal posted a weekly gain of 1 percent largely on hopes for stimulus measures by China based on weak economic data. U.S. gold for December <GCZ2> settled up $2.60 at $1,622.80 an ounce.

Oil Falls as China Export Growth Slows, IEA Cuts Forecast

 

Oil fell as China’s export growth slowed and the International Energy Agency cut demand forecasts in signs that the global economic recovery is slowing.Prices declined 0.5 percent as China’s customs bureau reported outbound shipments in July increased 1 percent from a year earlier after an 11 percent rise in June. It was the worst export growth since 2009. The IEA reduced its estimate of 2012 world consumption by 250,000 barrels a day to 89.6 million. 

Oil for September delivery fell 49 cents to settle at $92.87 a barrel on the New York Mercantile Exchange. It decreased as much as 1.8 percent to $91.71 in intraday trading. Today̢۪s decline trimmed a weekly advance to 1.6 percent. It was the fourth gain in five weeks.Brent crude for September settlement decreased 27 cents to end the session at $112.95 a barrel on the London-based ICE Futures Europe exchange.

The July growth in Chinese exports was slower than the 8 percent median estimate in a Bloomberg survey. Imports rose 4.7 percent versus the survey estimate of 7 percent and a 6.3 percent increase in June. 

Nikkei set to rise, gains capped by lack of momentum

Japan's Nikkei share average is expected to inch up on Monday, still supported by hopes forfurther stimulus, but faces tough technical resisitance and may struggle amid a lack of reasons to buy. Japan's April-June GDP figures, due to be announced just before the market opens, could also influence sentiment for the day's trading. 

The Nikkei rose 3.9 percent last week, its biggest weekly gain since February after speculation that more global stimuluswas on the way spurred a four-day rally.  Disappointing data from China on Thursday bolstered such hopes but also sapped risk sentiment on Friday, when the benchmark index fell 1 percent. 

Japan's earnings season, now in its last throes, has been largely disappointing, with 53 percent of the 152 Nikkei companies that have reported results falling short of guidance and many firms cutting profit outlooks due to a strong yen and the impact of a global slowdown on demand. The Nikkei is now up 5.2 percent on the year, but is still 13.3 percent off its one-year high hit on March 27 of 10,255.15, hurt by concerns about falling demand due to the euro zone debt crisis, a faltering U.S. recovery and a slowdown in China. 

Seoul shares seen losing steam after five-day rally

Seoul shares are expected to trade in a tight range on Monday as investors take a breather after a five-day rally backed by hopes of decisive policy action from major central banks to bolster growth and address a deepening fiscal crisis in Europe.The Korea Composite Stock Price Index (KOSPI) <.KS11> rose 0.3 percent on Friday to close at 1,946.4 points, a 5.3 percent weekly rise that was its best in seven months. 

Hopes of renewed bond-buying by the European Central Bank and gloomy Chinese data, which left the door open for further supportive measures for the world's second-largest economy, lifted the KOSPI to its three-month highs, smashing above its 60-day and 120-day moving averages. Foreign investors were the main drivers, gobbling up more than a net 3 trillion won ($2.65 billion) of shares last week.  The main bourse is up 6.6 percent for the year but still 5.4 percent short of its 2012-high of 2,057.28 points registered on March 14 at the peak of a first-quarter liquidity rally.
    
Hong Kong shares seen starting lower, earnings in focus

Hong Kong shares were set to start the week lower on Monday, with investors eyeing corporate profits to gauge the extent of a slowdown in China after data last week suggested it could extend into a seventh quarter. 

Sunshine Oilsands <0746.HK> and MTR Corporation <0066.HK>, Hong Kong's subway operator, head a list of companies expected to post first-half earnings reports later in the day.Last Friday, the Hang Seng Index <.HSI> slipped 0.7 percent from a three-month high, but closed up 2.4 percent for the week at 20,136.1. The China Enterprises Index <.HSCE> of the top Chinese listings in Hong Kong lost 0.6 percent on Friday, but rose 2.5 percent last week.  

Short selling interest accounted for 12.2 percent of total Friday's turnover in Hong Kong, the highest since May 30, when shorts accounted for 14.4 percent, traders said. This is higher than the historical 8 percent average and the 10 percent average last week, suggesting the market remains vulnerable to a short squeeze. Elsewhere in Asia, Japan's Nikkei <.N225> was down 0.2 percent, while South Korea's KOSPI <.KS22> was down 0.5 percent at 0030 GMT.