Kamis, 16 Agustus 2012

Tidak Kebal Krisis, Jerman Harus Cepat Tanggap

Tidak Kebal Krisis, Jerman Harus Cepat TanggapMereka yang berpikir bahwa Jerman tidak akan pernah tertular Krisis keuangan sebaiknya berpikir ulang.
Perekonomian zona Euro menciut 0,2% pada kuartal II dibandingkan satu triwulan sebelumnya. Banyak investor merasa puas dengan fakta tersebut karena kondisi ekonomi euro tidak seburuk perkiraan. Namun jangan lepakan performa ekonomi di negeri industri terbesar benua biru, Jerman. Data terbaru memperlihatkan ekonomi negara ini hanya tumbuh 0,3% pada periode yang sama. Banyak orang menilai ekspansi di Jerman cukup memuaskan, padahal seharusnya tidak demikian. Jerman adalah bintang di kawasannya, kalau tidak bisa disebut motor penggerak kebijakan fiskal dan moneter. Jadi bisa disimpulkan bahwa jika negara ini hanya mencetak kenaikan 0,3% dalam perekonomiannya, bagaimana dengan negara lain yang lebih kecil?

Jerman adalah negara ekspor yang sangat tergantung pada daya beli di pangsa pasarnya, terutama Eropa. Kemunduran di negara tetangga sama artinya dengan penurunan kinerja ekonomi di masa depan. Sampai saat ini pertumbuhan Jerman masih positif, namun belum tentu dalam beberapa kuartal mendatang. Satu-satunya cara untuk mengimbangi penurunan tingkat permintaan luar negeri adalah dengan menggenjot pasar dalam negeri. Tetapi mustahil untuk berharap gairah konsumsi dan bisnis domestik untuk saat ini. The Centre for European Economic Research di Mannheim menyatakan bahwa sentimen ekonomi di negara paling disegani di Eropa anjlok hingga ke level terendah dalam lima tahun terakhir. Artinya pelaku ekonomi masih skeptis dengan kondisi bisnis kawasan sehingga ekonomi Jerman terancam melambat lagi di paruh ke-dua 2012.

Di lain sisi, pemerintah Angela Merkel selalu menjadi batu sandungan bagi setiap gagasan untuk menyelesaikan krisis. Saat bank sentral (ECB) mulai berniat merancang formula pemulihan, tidak ada dukungan politik dari negeri Merkel dan kolega. Selain kurang berkenan dengan wacana pembelian obligasi negara bermasalah oleh ECB, Jerman juga menolak wacana penerbitan obligasi bersama, Eurobonds. Pasalnya jika jadi dirilis, obligasi euro kemungkinan besar akan mencatut suku bunga lebih tinggi ketimbang yield obligasi Jerman yang super-rendah, 1,5% (tenor 10 tahun). Gagasan ini kian menjadi lelucon karena dalam kenyataannya, negara-negara euro memang menggunakan mata uang yang sama namun tidak berbagi jumlah hutang yang setara. Dalam implementasinya nanti, sulit menentukan rating dan yield dari eurobonds mengingat parameter yang dipakai harus mewakili jangka waktu dan kemampuan bayar seluruh negara yang terlibat.

Ekonomi Jerman sebenarnya sangat tertolong oleh pemberlakuan mata uang euro. Berlin seharusnya mulai membuka pintu untuk setiap negosiasi yang digagas oleh Mario Draghi agar skenario pembubaran euro tidak terwujud. Angela Merkel tentu sadar benar bahwa keberadaan euro berdampak luar biasa positif terhadap lini industri dalam negeri. Seandainya valuta tunggal terpecah lagi menjadi pesetas, franc, drachma, lira maupun escudo maka produk ekspor Jerman akan sangat mahal di pasar luar negeri. Mengingat Deutsch Mark tentu memiliki nilai tukar paling besar dibanding mata uang lain di kawasan Eropa.

Cepat atau lambat Angela Merkel harus mendengarkan apa yang bisa dilakukan oleh Mario Draghi, termasuk merangkul Perdana Menteri Prancis, Francois Hollande dan kepala negara lain. Memang berat jika Jerman harus berkorban dengan mensubsidi negara-negara bermasalah. Namun pengorbanan itu terbilang kecil jika dibandingkan dengan efek jangka panjang yang bisa terpicu jika euro-zone sampai pecah. Sudah lebih dari dua tahun krisis Eropa berlangsung dan sampai saat ini belum ada solusi jelas dari pemangku kepentingan. Pelaku pasar sendiri masih memiliki optimisme bahwa jalan terbaik segera ditemukan. Sikap mereka terlihat dari aksi 'beli' pada setiap kabar yang mendukung ekspektasi penyelesaian krisis. Lihat saja di pasar saham, indeks CAC 40 Prancis sudah rally di atas 8% sejak pertengahan Juli lalu dan DAX Jerman mampu menguat lebih dari 5%. Optimisme jelas masih ada, tetapi jangan berharap kinerja bursa ekuitas terus seperti itu bila tidak ada resolusi baru muncul sebelum akhir tahun ini. Jika sampai satu negara saja terdepak dari euro-zone, efeknya bisa luar biasa masif bagi pasar finansial. Buat Jerman sendiri, jangan harap perekonomian per kuartalnya bisa beranjak dari kisaran 0,3% tanpa dukungan politik dari pemerintah pusat.

Tidak ada komentar: