Pesimisme mungkin merupakan kata yang
paling tepat untuk menggambarkan kondisi pasar saat ini. Setelah
berharap banyak terhadap stimulus lanjutan dari Eropa yang diwakili
Troika, yaitu Uni Eropa, ECB dan IMF, dan dari AS yang diwakili oleh
Federal Reserve AS dengan stimulus QE3-nya, maka saat ini China menjadi
tumpuan harapan stimulus. Merujuk pada data pertumbuhan ekonomi yang
dirilis lebih lemah atau lebih rendah dari perkiraan yang diwakili data
Trade Balance per hari Jumat lalu, tepatnya pada tanggal 10 Agustus
2012, harapan adanya stimulus dari China semakin berkembang, walau pun
Beijing masih belum memastikan akan keluarnya stimulus tersebut karena
harus menghadapi kekhawatiran harga perumahan dan real estate yang
kembali rebound, karena ditakutkan akan menimbulkan noda inflasi
ditengah upayanya untuk memulihkan kondisi perekonomian.
Tetapi justru dengan prospek yang masih
belum bagus untuk sektor aktivitas industri di AS, Eropa dan China
sendiri membuat pasar masih optimis bahwa stimulus akan dimunculkan,
baik dari AS, Eropa, maupun China. Hanya saja, yang masih menjadi
pertanyaan adalah: KAPAN? Ya, kapan stimulus akan diluncurkan. Hal ini
tentunya merujuk pada kriteria yang telah di munculkan oleh pasar,
dimana ada kejatuhan atau pelambatan ekonomi, maka dari sanalah harapan
akan stimulus akan muncul. Dan ditengah-tengah harapan tersebut, maka
aksi verbal yang sudah-sudah akan kembali dimunculkan oleh para petinggi
ekonomi, seperti yang pernah di lontarkan Ben S. Bernanke terkait
pernyataannya yang kapan saja akan siap menggelontorkan stimulus
lanjutan apabila diperlukan. Hal yang sama juga dilakukan para petinggi
lainnya. Lalu bagaimana dengan prospek dari
negara-negara berkembang, yang juga menjadi tumpuan bagi negara-negara
maju? Hal ini sepertinya masih belum mampu memberikan dukungan atas
kinerja pasar. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan sektor industri dan
perbankan yang masih terkena dampak dari krisis hutang di Eropa dan
pelambatan ekonomi di AS dan China.
Harapan stimulus banyak bermunculan,
sebagai akibat keputusasaan pasar terhadap kinerja pasar keuangan yang
terus mengalami sinyal bearish akibat tidak adanya perbaikan atau
kemajuan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dunia. Eropa yang masih
berkutat dengan Spanyol, Italia, Yunani dan negara-negara anggota
lainnya, masih berusaha untuk melakukan pemulihan secepatnya, melalui
aksi beli obligasi pemerintah negara-negara yang bermasalah, walau
hingga saat ini wujud keberhasilannya masih jauh dari wujud harapan yang
positif.
QE3 yang menjadi harapan keberhasilan
dari Federal Reserve yang berusaha untuk memulihkan kondisi ekonominya
sepertinya kembali menjadi angin lalu, hilang begitu saja, gone with the
(bearish) wind. Hal ini akibat reaksi pasar yang berharap akan adanya
stimulus dan harapan bahwa stimulus akan muncul sewaktu-waktu memberikan
potensi yang masih belum jelas keberadaannya. Stimulus saat ini yang
banyak dinanti selain QE3 dari AS yaitu kebijakan pelonggaran moneter
terhadap perekonomian, bukan adanya peluncuran Operation Twist, yang
selama ini justru ditanggapi dingin oleh pasar. Mengapa? Karena
kebijakan untuk “secepatnya mendapatkan dana terlebih dahulu” masih
diragukan pasar akan kekuatannya, dimana dana yang diperlukan sebesar
sekitar 400 miliar dollar AS, hanya tersisa 180 miliar dollar AS
beberapa bulan belakangan. Tentunya akan menjadi pertimbangan bahwa
kurangnya dana akan menjadi dasar pertimbangan keberhasilan stimulus
tersebut.
Bagaimana dengan China? China pun
demikian. Demi menghindari terjadinya economic bubble yang sempat
terjadi pada kisaran tahuan 2009, pemerintah Beijing berusaha untuk
menekan tingkat pertumbuhan real estate, sementara di sisi lainnya,
berusaha untuk memulihkan kondisi ekspor dan impor yang turun secara
bersamaan. Stimulus pelonggaran kebijakan untuj persyaratan perbankan
sepertinya saat ini menjadi pedang bermata dua bagi pemerintah China
sendiri, dimana pelonggaran untuk perbankan justru menjadi boomerang,
dimana ternyata harga perumahan justru kembali meningkat sebagai dampak
dari pelonggaran kebijakan perbankan tersebut. Alih-alih digunakan untuk
pemulihan sektor industri, kesempatan itu justru dimanfaatkan untuk
pertumbuhan sektor real estate.
Berharap pada stimulus mungkin masih
menjadi tumpuan harapan momentum bagi pasar, ditengah kepastian ekonomi
bersama dengan data-data ekonomi untuk mendulang keuntungan. Karena itu,
berharap pada adanya stimulus, walau bukan aksi pamungkas, tetapi masih
memiliki prospek yang cukup memuaskan untuk saat ini. Maka dari itu,
berharaplah bahwa stimulus akan diluncurkan sesegera mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar