Senin, 13 Agustus 2012

Teruslah Berharap ( Untuk Stimulus )

Pesimisme mungkin merupakan kata yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi pasar saat ini. Setelah berharap banyak terhadap stimulus lanjutan dari Eropa yang diwakili Troika, yaitu Uni Eropa, ECB dan IMF, dan dari AS yang diwakili oleh Federal Reserve AS dengan stimulus QE3-nya, maka saat ini China menjadi tumpuan harapan stimulus. Merujuk pada data pertumbuhan ekonomi yang dirilis lebih lemah atau lebih rendah dari perkiraan yang diwakili data Trade Balance per hari Jumat lalu, tepatnya pada tanggal 10 Agustus 2012, harapan adanya stimulus dari China semakin berkembang, walau pun Beijing masih belum memastikan akan keluarnya stimulus tersebut karena harus menghadapi kekhawatiran harga perumahan dan real estate yang kembali rebound, karena ditakutkan akan menimbulkan noda inflasi ditengah upayanya untuk memulihkan kondisi perekonomian.

Tetapi justru dengan prospek yang masih belum bagus untuk sektor aktivitas industri di AS, Eropa dan China sendiri membuat pasar masih optimis bahwa stimulus akan dimunculkan, baik dari AS, Eropa, maupun China. Hanya saja, yang masih menjadi pertanyaan adalah: KAPAN? Ya, kapan stimulus akan diluncurkan. Hal ini tentunya merujuk pada kriteria yang telah di munculkan oleh pasar, dimana ada kejatuhan atau pelambatan ekonomi, maka dari sanalah harapan akan stimulus akan muncul. Dan ditengah-tengah harapan tersebut, maka aksi verbal yang sudah-sudah akan kembali dimunculkan oleh para petinggi ekonomi, seperti yang pernah di lontarkan Ben S. Bernanke terkait pernyataannya yang kapan saja akan siap menggelontorkan stimulus lanjutan apabila diperlukan. Hal yang sama juga dilakukan para petinggi lainnya. Lalu bagaimana dengan prospek dari negara-negara berkembang, yang juga menjadi tumpuan bagi negara-negara maju? Hal ini sepertinya masih belum mampu memberikan dukungan atas kinerja pasar. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan sektor industri dan perbankan yang masih terkena dampak dari krisis hutang di Eropa dan pelambatan ekonomi di AS dan China.

Harapan stimulus banyak bermunculan, sebagai akibat keputusasaan pasar terhadap kinerja pasar keuangan yang terus mengalami sinyal bearish akibat tidak adanya perbaikan atau kemajuan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dunia. Eropa yang masih berkutat dengan Spanyol, Italia, Yunani dan negara-negara anggota lainnya, masih berusaha untuk melakukan pemulihan secepatnya, melalui aksi beli obligasi pemerintah negara-negara yang bermasalah, walau hingga saat ini wujud keberhasilannya masih jauh dari wujud harapan yang positif.

QE3 yang menjadi harapan keberhasilan dari Federal Reserve yang berusaha untuk memulihkan kondisi ekonominya sepertinya kembali menjadi angin lalu, hilang begitu saja, gone with the (bearish) wind. Hal ini akibat reaksi pasar yang berharap akan adanya stimulus dan harapan bahwa stimulus akan muncul sewaktu-waktu memberikan potensi yang masih belum jelas keberadaannya. Stimulus saat ini yang banyak dinanti selain QE3 dari AS yaitu kebijakan pelonggaran moneter terhadap perekonomian, bukan adanya peluncuran Operation Twist, yang selama ini justru ditanggapi dingin oleh pasar. Mengapa? Karena kebijakan untuk “secepatnya mendapatkan dana terlebih dahulu” masih diragukan pasar akan kekuatannya, dimana dana yang diperlukan sebesar sekitar 400 miliar dollar AS, hanya tersisa 180 miliar dollar AS beberapa bulan belakangan. Tentunya akan menjadi pertimbangan bahwa kurangnya dana akan menjadi dasar pertimbangan keberhasilan stimulus tersebut.

Bagaimana dengan China? China pun demikian. Demi menghindari terjadinya economic bubble yang sempat terjadi pada kisaran tahuan 2009, pemerintah Beijing berusaha untuk menekan tingkat pertumbuhan real estate, sementara di sisi lainnya, berusaha untuk memulihkan kondisi ekspor dan impor yang turun secara bersamaan. Stimulus pelonggaran kebijakan untuj persyaratan perbankan sepertinya saat ini menjadi pedang bermata dua bagi pemerintah China sendiri, dimana pelonggaran untuk perbankan justru menjadi boomerang, dimana ternyata harga perumahan justru kembali meningkat sebagai dampak dari pelonggaran kebijakan perbankan tersebut. Alih-alih digunakan untuk pemulihan sektor industri, kesempatan itu justru dimanfaatkan untuk pertumbuhan sektor real estate.
Berharap pada stimulus mungkin masih menjadi tumpuan harapan momentum bagi pasar, ditengah kepastian ekonomi bersama dengan data-data ekonomi untuk mendulang keuntungan. Karena itu, berharap pada adanya stimulus, walau bukan aksi pamungkas, tetapi masih memiliki prospek yang cukup memuaskan untuk saat ini. Maka dari itu, berharaplah bahwa stimulus akan diluncurkan sesegera mungkin.

Tidak ada komentar: