
Berlaku sebuah idiom yang menyebut bahwa tokoh muda jauh lebih agresif ketimbang sosok yang lebih tua. Perumpamaan ini sepertinya juga berlaku di tampuk tertinggi institusi moneter Eropa.
Sejak mengambilalih kursi tertinggi European Central Bank (ECB) November silam, Mario Draghi terbukti mampu membuat manuver berarti. Saat pejabat Eropa lainnya hanya konsisten melakukan seruan normatif, 'Super Mario' sudah membuat beberapa gebrakan. Program pertamanya adalah dengan memposisikan ECB sebagai pihak pemberi pinjaman paling akhir bagi perbankan. Draghi menyadari bahwa tidak mungkin baginya untuk membeli surat hutang beracun dari negara-negara bermasalah. Namun ECB tetap berkomitmen terhadap penyehatan sektoral dengan membuka akses pendanaan bagi bagi bank-bank dengan suku bunga sangat rendah. Dengan elegan, Draghi dan kolega memompa uang lewat pintu belakang ketimbang langsung masuk ke pasar obligasi.
Pria Italia ini langsung memulai program penting dalam satu bulan masa pemerintahannya. Desember lalu, ECB meminjamkan bank-bank dana sekitar 489 miliar
euro melalui 'repo' atau kesepakatan pembelian kembali dengan bunga murah. Aktifitas perbankan terbilang membeku saat itu, sehingga langkah ECB sangat diapresiasi. Apalagi secara teoritis, otoritas sebenarnya memberikan pinjaman secara cuma-cuma pada bank. Hasilnya terbilang luar biasa. Berdasarkan data statistik dua pekan lalu, tingkat pinjaman anggota euro ke pihak swasta turun pada rekor persentase paling tajam di bulan Desember.
Pasar saham kawasan juga merespon baik perbaikan kinerja perbankan. Indeks gabungan Eropa Stoxx 600 langsung menapaki jalur penguatan panjang. Stoxx sudah melonjak 20% dari level terendahnya yang tercapai di bulan September.
Kreatifitas Mario Draghi bisa dibilang serupa dengan apa yang dilakukan oleh Ben S. Bernanke pasca krisis 2008 silam. Ia mampu membuat sektor kredit tetap berdenyut di tengah ketidakpercayaan antar pelaku perbankan dan konsumen. Tadinya Jerman sangat tidak sepakat jika ECB menjadi sarana pencetak uang dan pemberi pinjaman utama bagi negara bermasalah. Pertimbangan inflasi turut dijadikan alasan mengapa bank sentral tidak leluasa membeli surat hutang, padahal perekonomian banyak negara sedang kontraksi. Namun keterbatasan itu bisa disiasati Draghi dengan menyuntik dana langsung ke sektor yang menjadi palang pintu perekonomian utama, perbankan.
Meski demikian, upaya Mario Draghi belum ditopang oleh soliditas fiskal kawasan yang mumpuni. Banyak pengamat masih melihat adanya potensi perpecahan euro dalam lima tahun ke depan. Kinerja fiskal, moneter dan perdagangan antar anggota masih sangat timpang. Valuta tunggal gagal mempersempit kesenjangan struktur ekonomi antara negara kuat seperti Jerman dan pion-pion kecil seperti Yunani dan Portugal. Sampai ada suatu formula ampuh untuk mempersatukan komponen keuangan euro zone, usaha Draghi akan menjadi sia-sia.