Hasil pemilihan umum terbaru Yunani membuat eksistensi zona eurodipertaruhkan. Greece akhirnya bisa dipastikan 'Exit'.
Pemilu akhir pekan lalu memaparkan fakta bahwa warga Yunani sesungguhnya tidak menyukai pemerintah saat ini. Program pemangkasan kejam yang telah menggerus tingkat kesejahteraan adalah alasan utama di balik runtuhnya dominasi PASOK dan Partai Demokrasi Baru. Di bawah pemerintahan anyar, kemungkinan Yunani untukkeluar dari euro-zone menjadi lebih besar dibanding default. Citigroup bahkan 75% yakin negara ini segera keluar dari komunitas pengguna valuta tunggal. Hasil pemilu sudah jelas memperlihatkan antipati warga serta perlawanan terhadap pemerintah berkuasa.
Untuk jangka pendek, pertanyaan besar patut dilontarkan terhadap masa depan bail out selanjutnya dari Uni Eropa, European Central Bank (ECB) dan Dana Moneter Internasional (IMF). Suntikan dana baru senilai 31 miliar euro terancam gagal disalurkan karena belum ada kepastian soal program pemangkasan yang sudah dijalani Athena. Alhasil, pos keuangan terancam kosong dan pemerintah gagal beroperasi. Kondisi seperti ini yang nantinya akan memicu keluarnya Yunani dari euro-zone.
Situasi makin tidak menentu jika akhirnya Irlandia dan Portugal juga memilih sikap serupa. Membelot dari euro area dan membangun kemandirian adalah pilihan terbaik ketimbang bergantung pada Troika, yang selalu memberi persyaratan tidak logis dari negara peminjam. Nouriel Roubini, pakar investasi ternama, memiliki pandangan sendiri tentang apa yang terjadi di Eropa. "Jika negara kecil (Yunani atau Portugal) keluar, euro-zone bisa berpisah dengan tenteram," ujarnya. Namun situasi berbeda bisa terjadi ketika Italia dan Spanyol yang memutuskan keluar dari zona euro. Kawasan akan sangat terguncang oleh perpecahan komunitas mata uang tunggal.
Banyak pihak sudah berhitung dalam menyikapi dinamika yang terjadi di euro-zone. Dalam beberapa tahun mendatang, tatanan anggota euro akan berbeda. Dua atau tiga negara diyakini pasti keluar akibat kerusakan sistem keuangan negara masing-masing, namun tidak semua 17 negara melakukan langkah yang sama.
Setelah Yunani, kecemasan hutang yang mendominasi pasar tahun ini adalah Italia, kemudian Spanyol. Meski Spanyol memiliki beban hutang terhadap GDP yang lebih rendah dibanding negara pesakitan lainnya, tingkat penggangguran di sana sudah sangat mengkhawatirkan. Ditambah dengan krisis sektor perumahan serta penurunan kepercayaan pelaku pasar. Namun otoritas kawasan masih berupaya mati-matian melindungi negara ini supaya tetap selamat. Tidak seperti Yunani, yang tidak mempunyai pengaruh cukup besar terhadap integrasi ekonomi euro-zone. Di tangan pemerintah baru, Athena bisa mengambil kebijakan yang bertolakbelakang dengan langkah Lucas Papademos selama ini. Kembali pada mata uang drachma, menjalani periode sulit namun bisa lepas dari ketergantungan hutang dan beban pemangkasan. Seperti yang dihendaki oleh kebanyakan warga yang berpartisipasi pada pemilihan umum kemarin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar