Namun
kondisi tersebut perlahan memudar dalam beberapa bulan terakhir. Laju
pertumbuhan China di tiga bulan pertama 2013 bahkan lebih lambat
dibanding perkiraan analis dan ekonom. Meski melampaui target pemerintah
di 7,5%, Produk Domestik Bruto (GDP) China hanya tumbuh 7,7% di kuartal
I.
Begitu
banyak pekerjaan rumah yang dihadapi oleh pemerintah dalam satu tahun
terakhir dalam upaya percepatan laju ekonomi. Jika pada tahun 2012,
inflasi menjadi momok utama, maka untuk tahun ini potensi masalahnya
adalah ekspansi besar-besaran di pasar kredit dan perumahan. Awal bulan
April, lembaga pemeringkat Fitch memperingatkan China soal jumlah
hutangnya yang dinilai terlampau besar. Volume kredit di China
berekspansi terlampau cepat di tengah kembalinya indikasi krisis global,
sebagian besar surat hutang diterbitkan oleh pemerintah daerah dan
dipergunakan untuk mendanai proyek infrastruktur. Padahal di sisi lain
neraca keuangan pemerintah-pemerintah daerah sangat timpang dan
kerjasama dengan pebisnis lokal sangat lesu. Fitch berkeyakinan bahwa
tingkat hutang akumulatif akan melambung tinggi, sehingga pada titik
tertentu pemerintah pusat terpaksa harus menanggung akibatnya.
Iklim
pasar hunian China juga meresahkan pemerintah sehingga pihak Beijing
harus mengambil langkah antisipatif berupa pengetatan moneter.
Pemerintah pusat pada bulan Februari lalu melontarkan kekhawatirannya
soal masa depan pasar propoerti dan langsung menginstruksikan pemda
untuk mendinginkan harga. Bertambahnya jumlah warga golongan menengah
telah membuat minat investasi hunian naik pesat dalam beberapa waktu
terakhir sehingga besaran harga menjadi tidak rasional lagi.
Kepemimpinan
baru China, yang baru dilantik bulan November tahun lalu, bertekad
menyeimbangkan kembali segala komponen ekonomi nasional. Strategi
utamanya adalah dengan menggenjot daya konsumsi dalam negeri dan
mengurangi ketergantungan pada investasi berbasis infrastruktur,
manufaktur dan real estat. Pemulihan ekonomi secara bertahap jauh lebih
baik bagi Presiden Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Keqiang untuk
mengejar reformasi ekonomi. Sebagian besar pengamat melihat adanya
kemungkinan penurunan pertumbuhan atau stagnasi ekonomi di semester II
tahun ini, dengan mengacu pada kemungkinan lonjakan harga properti dan
inflasi. Dua komponen moneter ini dapat memaksa bank sentral untuk
kembali mengencangkan sabuk moneternya dalam hitungan bulan.
Perlambatan ekonomi di negara perekonomian terbesar ke-dua dunia turut berpengaruh terhadap kineja harga saham domestik. Jika indeks-indeks
saham utama global tengah menapaki momentum kejayaan, bursa saham China
justru ketinggalan kereta. Shanghai Composite hanya mampu mendulang
kenaikan 2,5% sepanjang tahun ini meskipun sempat naik signifikan di dua
bulan pertama 2013. Sementara indeks Hang Seng telah merugi sebanyak
1,4% dalam periode yang sama. Jika ditilik lebih lanjut, rasio penguatan
indeks China memang tidak terlalu buruk, Namun jika dibandingkan dengan
dua indeks penting dunia, yakni Dow Jones dan Nikkei, performanya jelas
jauh di bawah kategori ideal. Indeks Dow Jones sudah menguat sebanyak
11% sejak bulan Januari dan Nikkei meroket sampai 21% di tengah trend
pelemahan nilai tukar Yen. Indeks-indeks ekuitas di Eropa bahkan masih
mencatat kinerja yang lebih baik ketimbang China, meskipun konsisten
diterjang kabar negatif dari Siprus, Italia maupun Portugal. Sejalan
dengan kebijakan anti-bubble pemerintah, saham-saham properti dan
keuangan menjadi sasaran aksi jual investor dalam beberapa bulan
terakhir. Sebagian besar investor mulai meninggalkan pasar saham dan
beralih ke aset investasi lain yang lebih menjanjikan. Beberapa opsi
favorit adalah penanaman modal di aset properti fisik, instrumen dana
nasabah dan produk campuran yang terkadang lebih mampu menghasilkan
return lebih baik.
Jika
diamati ke belakang, perubahan kinerja ekonomi China merupakan
konsekuensi dari laju ekonomi yang terlalu cepat di masa lalu. Kini
pihak Beijing harus berkoordinasi menentukan langkah antisipatif untuk
menekan risiko bubble sektoral tanpa memperlambat laju ekonomi nasional.
Pengetatan moneter baru masih mungkin muncul sepanjang 2013, khususnya
di sektor kredit, perbankan dan perumahan. Kecil kemungkinan bagi pasar
saham untuk menuai kenaikan marjinal, serupa dengan raihan gain
indeks-indeks utama dunia.