Pendapat tersebut dilontarkan oleh analis perbankan
veteran, Dick Bove, beberapa saat lalu kepada CNBC. Menurutnya, program
dana talangan Siprus berdampak bagus bagi bank-bank asal Amerika karena
kekhawatiran soal keamanan dana di Eropa akan menggiring uang nasabah
dari Eropa ke Amerika.
Pemangkasan
dana nasabah oleh Uni Eropa merupakan cermin betapa tidak ada aset yang
benar-benar aman dari ancaman krisis. Meskipun kesalahan sistemik
diprakarsai oleh pelaku perbankan dan pemerintah, pihak nasabah mau
tidak mau dipaksa menerima kerugian dalam jumlah besar. Padahal
semestinya mereka mendapat imbalan bungan dari kontribusinya terhadap
pasar kredit nasional.
"Krisis
ini merupakan berkah bagi bank-bank Amerika, karena Eropa sudah sama
seperti Amerika latin pada zama dulu," ujar Bove. Opininya tersebut
mengacu pada peralihan dana dari Amerika Selatan ke Amerika Serikat saat
krisis perbankan terjadi beberapa tahun silam. Oleh karena itu, Bove
tidak akan kaget apabila lalu lintas modal ke negeri Paman Sam semakin
deras dalam beberapa bulan ke depan. Masih menurut Vice President
Rafferty Capital ini, 'pemotongan' uang nasabah seperti yang terjadi di
Siprus merupakan gagasan yang salah. Uang nasabah di bank dan obligasi
adalah sumber pendanaan kredit utama perbankan suatu negara. Jika
keberadaannya dikurangi, maka roda perekonomian tidak akan berjalan
dengan baik. "Anda harus melindungi nasabah dan investor obligasi karena
tanpa mereka tidak akan ada ketersediaan uang," tambah Bove. Adapun
bank yang diyakini oleh Bove paling diuntungkan oleh krisis Siprus
adalah Citigroup, yang sudah memiliki jaringan kuat di pasar investasi.
Pendapat
analis ulung itu juga diamini oleh Ed Ponsi, Direktur Pelaksana
Barchetta Capital Management. Menurut Ponsi, krisis Eropa hanya akan
membuat aliran dana berbalik ke Amerika atau secara istilah 'jual bank
Eropa, beli bank Amerika'.