Kisruh soal negosiasi plafon hutang dan pengurangan defisit Amerika Serikat (AS) mulai mengganggu pasar keuangan. Volume dana keluar dari produk investasi kian bertambah dari hari ke hari. Sinyal bahwa pasar modal tengah stress?
Menurut David Greenlaw, Kepala Divisi Fixed Income AS Morgan Stanley, bursa obligasi dan pasar uang mulai kehilangan gairah. "(Isu hutang) menurunkan kinerja pasar obligasi komersial," ujarnya. Jika hal ini terus berlanjut, maka bisa menekan volume perdagangan lebih keras.

Situasi pernah terjadi pada 2008 lalu. Ketika itu pemerintah membuat program guna menghadang krisis ekonomi yang telah mengikis aliran likuiditas jangka pendek. Kebijakan tersebut adalah Commercial Paper Funding Facility (CPFF). Setelah apa yang terjadi kini, apakah the Fed sudah mengajukan proposal serupa pada Morgan? "Belum!" ucap Greenlaw tegas.
Aset-aset yang dulu dikenal sebagai safe haven sekarang bukan lagi instrumen yang bisa diandalkan. Perdebatan di Washington membuat dollar AS dan obligasi makin dijauhi. Demikian pandangan Mark Mobius, pakar keuangan ternama, kepada CNBC. "Krisis hutang di AS dan Eropa Barat menjadikan negara berkembang tambah kuat," tutur Mobius. Pasalnya, rasio hutang terhadap GDP emerging markets lebih terkendali. Adapun cadangan devisanya juga jauh lebih baik dibanding negara maju.
Jika demikian halnya, maka instrumen apa yang diuntungkan oleh situasi ekonomi terkini? Mobius memilih emas dan komoditas sebagai alternatif menarik. "Komoditas harus ada pada portofolio karena tren harganya terus naik," tegasnya. Meskipun ada isu hutang dan penurunan purchasing manager index di AS, India dan China, Mobius tidak melihat potensi resesi global. Salah satu alasan utama adalah iklim bagus pada sektor konsumsi. "Konsumen masih memiliki daya beli, baik di negara berkembang maupun maju," pungkas Mobius.