
Kecemasan resesi baru menghampiri pelaku ekonomi antar kawasan. Negara-negara yang dulu dikenal sebagai aktor penjaga stabilitas, kini beralih fungsi menjadi pembawa bencana global. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa wilayah ekonomi maju sedang terancam bangkrut.
Kebijakan pemerintah pusat, baik di Amerika Serikat (AS), Eropa maupun Jepang, belum efektif dalam upaya stabilisasi ekonomi. Berdasarkan survei Reuters, sebanyak 250 ekonom di Amerika Utara, Eropa dan Jepang sepakat bahwa bank sentral harus menempuh strategi lebih mumpuni guna memperbaiki keadaan. Adapun sebanyak 1 dari 3 responden percaya bahwa resesi segera menghinggapi AS, Eropa, Jepang dan bahkan Inggris. Tanggapan pengamat ekonomi dan analis berikut ini bisa memberi gambaran betapa keseimbangan moneter negara maju sedang dalam bahaya. Monexnews merangkumnya dari berbagai sumber.
1. Aneta Merkowska, Ekonom Societe Generale
"Sedikit guncangan saja bisa langsung melumpuhkan ekonomi."
Perekonomian AS kian dekat ke titik nadir. Pejabat pemerintah dan tokoh politik beramai-ramai memberi pernyataan bahwa negara perekonomian terbesar dunia masih jauh dari ambang resesi. Tetapi pelaku sektor keuangan kadung apatis dengan apa yang dikatakan banyak pakar ilmu ekonomi politik itu. Yang investor sadari adalah bahwa harga saham dan nilai tukar euro anjlok konsisten. Sementara dollar dan obligasi bergerak tak menentu.
2. Joseph Biden, Wakil Presiden AS
"Jika Kita ingin memperbaiki lapangan kerja dan pertumbuhan (ekonomi), harus dipastikan bahwa pemasukan pajak tidak terbuang percuma."
Pemerintah terus mengambil langkah efisiensi anggaran guna mengimbangi stimulus baru Obama. Salah satu caranya adalah dengan merevisi pengeluaran di sektor layanan publik dan kesehatan. Gedung Putih menyiapkan program audit khusus untuk memantau penghematan dalam tunjangan kesehatan. Pos anggaran ini dipandang kerap terlalu boros dalam beberapa tahun terakhir. Sepanjang tahun ini, auditor berhasil menyelamatkan $670 juta dari pembayaran layanan kesehatan yang curang maupun terlalu berlebihan. Meski demikian, hal itu belum cukup karena sektor lain juga masih terpantau boros. Dalam waktu dekat pemerintah juga akan meninjau neraca tunjangan pengangguran. Pasalnya banyak biaya ditengarai terbuang untuk warga yang tidak layak mendapatkannya.
3. Ed Miliband, Pemimpin Serikat Pekerja Terbesar Inggris
"Masyarakat sudah tahu bahwa Perdana Menteri (Inggris) tidak akan memperbaiki keadaan (tenaga kerja)."
Tingkat pengangguran di Inggris sudah mencapai 2,5 juta! Angka yang fantastis bagi negara dengan kontribusi ekonomi cukup besar di Eropa. Lebih jauh, angka pengangguran perempuan bahkan sudah sampai pada rekor tertinggi sejak 23 tahun lalu. David Cameron mengakui bahwa fakta tersebut sebagai hal yang 'mengecewakan'. Tetapi Ia juga berkomitmen untuk terus menjalankan strategi efisiensi anggaran yang sudah berlangsung. Menurut pemerintah, pilihan pemangkasan multi-sektor adalah opsi terbaik saat ini. Dengan mengurangi dana kesejahteraan dan pensiun pegawai negeri, pemerintah berharap bisa menyelamatkan pengeluaran yang sia-sia. Namun fakta di sisi lain menunjukkan bahwa pemerintah juga gagal membuka lapangan kerja lebih banyak dibanding jumlah PHK. Untuk kurtal II saja, sebanyak 111.000 pekerjaan di sektor publik lenyap akibat efisiensi besar otoritas. Pada saat yang sama, hanya 41.000 lapangan kerja baru yang bisa diperebutkan pada sektor swasta.
4. John Lonski, Ekonom Moody's Capital Markets
"Kedaulatan Eropa tengah menghadapi risiko ekonomi makro terbesar."
Blunder besar dilakukan oleh European Central Bank (ECB) dengan menaikkan suku bunga terlalu dini, sebanyak dua kali dalam satu tahun. Padahal perekonomian kawasan dan krisis hutang belum stabil. Sekarang para ekonom meramalkan bahwa ECB akan 'menjilat ludahnya sendiri' dengan menurunkan suku bunga sebelum akhir 2011. Jika tidak, maka pertumbuhan ekonomi kawasan akan mandek dan benar-benar memicu resesi baru.
Sementara itu Jepang masih berupaya pulih dari keterpurukan. Survei menunjukkan bahwa responden tidak percaya kondisi bisa kembali normal pada tahun ini, sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi penting. Di samping pergeseran tampuk kekuasaan, hambatan bagi perbaikan negara ini adalah penguatan nilai tukar yen. Mata uang Jepang bahkan sudah menyentuh rekor tinggi baru terhadap dollar bulan lalu akibat limpahan minat safe haven. Hal ini tentu tidak baik bagi sektor ekspor dan industri, karena marjin keuntungan para pelakunya jadi tergerus kurs yen yang superior.